BAB
II
PERAN BIMBINGAN
DAN KONSELING DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR PADA PESERTA DIDIK
A. Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi
Kesulitan Belajar pada Peserta Didik
Peran
dalam pengertiannya di sini secara etimologis merupakan suatu bagian yang memegang
peranan atau bertindak terhadap
terjadinya suatu peristiwa. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) seperangkat tingkah laku diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat.[5]
Dalam hal
ini peran Bimbingan dan Konseling yang dimaksud adalah komponen sekolah yang
memberikan layanan atau bantuan kepada siswa dalam mengatasi yang dihadapinya
melalui proses Bimbingan dan Konseling. Bukan hanya terbatas pada bimbingan
yang bersifat akademik tetapi juga sosial, pribadi, intlektual, dan pembelrian
nilai.[6]
Dengan bantuan Bimbingan dan Konseling maka pendidikan yang tercipta tidak
hanya menciptakan manusia-manusia yang berorientasi akademik tinggi, namun
dalam kepribadian dan hubungan sosialnya serta nilai-nilai yang dapat dijadikan
pegangan.
Banyak
orang yang mengatakan bahwa bimbingan dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan
saja dan dimana saja. Pendapat tersebut dapat dikatakan benar jika ditinjau
dari segi bahasa secara umum yaitu memberikan bantuan, namun memberikan bantuan
bukanlah berarti bimbingan. Seperti salah satu contohnya adalah seorang guru
membantu kesulitan anak dalam menjawab salah satu soal yang sedang dikerjakan
siswa. Perlakuan guru tersebut dikatakan memberikan bantuan tetapi bukan
merupakan bimbingan.
Bimbingan
dan Konseling merupakan terjemahan istilah Guidance
and Counseling.[7]
Istilah Counsling di Indonesia sekarang diterjemahkan menjadi penyuluhan
tetapi sudah banyak digunakan dalam bahasa aslinya dengan penulisan konseling.
Menurut
Slameto Bimbingan adalah proses memberikan bantuan kepada siswa agar memiliki
pemahaman yang benar akan diri pribadinya dan akan dunia di sekitarnya,
mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal dalam perkembangannya.
Selain itu, peserta didik dapat menolong dirinya sendiri menghadapi serta
memecahkan masalah-masalahnya, semuanya demi tercapainya penyesuaian yang sehat
dan demi kemajuan dan kesejahteraan mentalnya. Secara umum ada lima hal yang
dapat dicapai dalam bimbingan di sekolah yaitu:[8]
1. Untuk mengenal diri sendiri dan
lingkungan.
2. Untuk dapat menerima diri sendiri
dan lingkungan secara positif.
3. Untuk dapat mengarahkan diri
sendiri.
4. Untuk dapat mengambil keputusan
sendiri tentang berbagai hal.
5. Perwujudan diri sendiri.
Sedangkan
Konseling diartikan proses interaksi antara konselor dengan klien/konseli baik
secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media: internet, atau
telepon) dalam rangka membantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya
atau memecahkan masalah yang dialaminya.[9]
Menurut
Bimo Walgito konseling adalah bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam
memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai
dengan keadaan individu untuk mencapai kehidupannya.[10]
Dalam mengatasi kesulitan belajar
siswa, guru harus jeli dalam mengidentifikasi atau mendiagnosa jenis kesulitan
belajar masing-masing individu siswa. Ada beberapa permasalahan belajar pada
peserta didik, yaitu :
1.
Kekacauan Belajar (Learning Disorder) yaitu suatu keadaan proses belajar anak terganggu
karena timbulnya respon yang bertentangan. Potensi dasar anak tidak diragukan
tetapi belajar anak terhambat oleh reaksi-reaksi yang bertentangan, sehingga
anak tidak dapat menguasai bahan yang dipelajari dengan baik. Contoh: siswa
yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan
sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut
gerakan lemah-gemulai.
2.
Ketidakmampuan Belajar (Learning Disability) yaitu ketidakmampuan belajar mengacu pada
gejala yaitu siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil
belajar di bawah potensi intelektualnya.
3.
Learning
Disfunction merupakan gejala yang timbul akibat proses belajar
yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa
tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra,
atau gangguan psikologis lainnya. Contoh: siswa yang yang memiliki postur tubuh
yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet Bola Voly, namun karena
tidak pernah dilatih bermain Bola Voly, maka dia tidak dapat menguasai
permainan Voly dengan baik.
4.
Under
Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah. Contoh: siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat
kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya
biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
5.
Slow
Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa
lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Peran Bimbingan dan Konseling
dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik sangatlah besar. Bimbingan dan
Konseling dalam perannya mengatasi kesulitan belajar peserta didik yaitu dapat memberikan
bidang bimbingan, layanan bimbingan, dan kegiatan pendukung.
1.
Bidang Bimbingan
Bidang bimbingan dibedakan
menjadi empat, yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan
bimbingan karier.
a)
Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi merupakan bimbingan yang berupa bantuan yang diberikan
kepada individu atau peserta didik dalam hal memecahkan masalah-masalah yang
sangat kompleks dan bersifat rahasia, misalnya masalah keluarga, persahabatan,
cita-cita dan sebagainya yang dialami peserta didik oleh pendidik.
b)
Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial merupakan salah satu bidang bimbingan yang ada di
sekolah. Bimbingn sosial merupakan usaha bimbingan dalam menghadapi dan
memecahkan masalah pribadi-sosial seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik
dan pergaulan. Masalah-masalah yang tergolong dalam masalah pribadi-sosial
adalah masalah hubungan dengan sesama teman, dengan dosen, serta staf,
permasalahan sifat dan kemampuan diri dengan lingkungan pendidikan dan
masyarakat tempat mereka tinggal dan penyelesaian konflik.
c)
Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar adalah layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa
untuk membentuk kebiasaan belajar yang baik, mengembangkan rasa ingin tahu dan
menumbuhkan motivasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
d)
Bimbingan Karier
Bimbingan karier adalah suatu usaha yang dilakukan untuk membantu
individu atau peserta didik dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan
termasuk di dalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk
memasuki suatu pekerjaan. Bimbingan karier tidak hanya memberikan respon kepada
masalah-masalah yang muncul atau dialami peserta didik, akan tetapi juga
membantu individu atau peserta didik memperoleh pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan.
2.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Menurut Dewa Ketut Sukardi,
jenis-jenis layanan Bimbingan dan Konseling adalah sebagai berikut:[11]
a)
Layanan Orientasi
Layanan orientasi merupakan layanan bantuan yang diberikan pemdidik/konselor
kepada peserta didik/siswa baru agar mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang baru dimasukinya, seperti siswa pindahan dari sekolah
lain, siswa yang baru mengenyam pendidikan di sekolah, dan lain-lain.
b)
Layanan Informasi
Layanan yang diberikan kepada siswa dengan maksud memberikan pengetahuan
dan pemahaman, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya
sehari-hari.[12]
c)
Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan ini bertujuan agar siswa bisa menempatkan diri dalam program
studi akademik dan lingkup kegiatan non-akademik yang menjunjung
perkembangannya serta semakin merealisasikan rencana masa depan.
d)
Layanan Bimbingan Belajar
Layanan ini memungkinkan siswa mengembangkan diri berkenan dengan sikap
dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan
kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya
sesuai dengan perkembangan ilmu, teknlogi dan kesenian.
e)
Layanan Konseling Perorangan
Layanan yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung
secara tatap muka dengan guru pembimbing dengan maksud membahas dan mencari
solusi dari masalah-masalahnya.
f)
Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan yang memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama memperoleh
berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/koneslor)
yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun
sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk mempertimbangkan
dalam pengambilan keputusan.
g)
Layanan Konseling Kelompok
Layanan ini memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk membahasa dan
mendapatkan solusi permasalahannya melalui dinamika kelompok.
h)
Layanan Mediasi
Yakni layanan konseling yang memungkinkan permasalahan dan perselisihan
yang dialami klien dengan pihak lain dapat terentaskan oleh konselor sebagai
mediator.
i)
Layanan Konsultasi
Pengertian konsultasi dalam program BK adalah sebagai suatu proses
penyediaan bantuan teknis untuk konselor, orang tua, administrator dan konselor
lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi
efektivitas peserta didik. Konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung
ditujukan kepada klien, tetapi secara tidak langsung melayani klien melalui
bantuan yang diberikan orang lain.
3.
Kegiatan Pendukung
Merupakan usaha untuk
mengumpulkan data dan keterangan tentang diri peserta didik dan keterangan
tentang lingkungannya, baik itu di lingkungan keluarga, sekolah maupun di
lingkungan sekitarnya. Tujuan dari kegiatan pendukung yaitu agar para
pembimbing dan dosen lebih mudah memahami potensi dan kekuatan serta masalah
yang dihadapi klien. Dengan kegiatan pendukung ini diharapkan akan terkumpul
data-data yang akurat yang dihadapi oleh seorang klien. Kegiatan pendukung dibagi
menjadi 5, yaitu sebagai berikut:
a) Aplikasi
Instrumentasi
Aplikasi instrumentasi adalah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang diri peserta didik, tentang
lingkungan peserta didik dan lingkungan yang lebih luas. Pengumpulan data ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui instrumen baik tes maupun nontes
dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan
memahami karakteristik lingkungan.
b) Himpunan
Data
Himpunan data merupakan kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk
menghimpun data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan
peserta didik. Himpunan data perlu diselengarakan secara berkelanjutan,
sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
c) Konferensi
Pers/Kasus
Konferensi pers merupakan kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling
untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik dalam suatu forum
pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan
bahan, keterangan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut.
Pertemuan konferensi pers bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi
pers adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang
terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan
klien atau peserta didik.
d) Kunjungan
Rumah (Home Visit)
Kunjungan rumah merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan,
kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui
kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan
tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun dari pihak orang tua atau
keluarga untuk mengentaskan permasalahan klien. Kegiatan ini memerlukan kerja
sama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga klien yang lainnya.
e) Alih
Tangan Kasus
Alih tangan kasus merupakan kegiatan untuk meperoleh penanganan yang
lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami peserta didik dengan
memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih compete, seperti kepada
guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan
agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tuntas dan tepat atas
permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten. Kegiatan ini
memerlukan kerja sama yang erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat
memberikan bantuan dan atas penangan masalah tersebut.
B.
Fator-faktor
yang Menyebabkan Kesulitan Belajar pada Peserta Didik
Faktor-faktor yang menyebabkan
kesulitan belajar pada peserta didik ada dua, antara lain:
1.
Faktor Internal
Faktor internal (dari dalam diri)
adalah gangguan belajar yang datang dari dalam diri sendiri yang berkaitan
dengan gangguan fisik dan psikis.[13]
Gangguan tersebut, antara lain:
a.
Gangguan kesehatan jasmani
Gangguan pada kesehatan jasmani,
seperti sakit kurang tidur, keletihan sehabis bekerja dan begitu juga orang
yang sedang dalam kondisi lapar dan kurang gizi sangat berpengaruh pada
kemampuan seseorang untuk konsentrasi belajar.
b.
Timbulnya prasaan negatif, seperti gelisah,
tertekan, marah, khawatir, takut, benci dan dendam
Perasaan tidak enak yang
dipengaruhi oleh adanya konflik dengan pihak lain atau rasa kuatir karena suatu
hal, sehingga menyita sebagian besar perhatianpeserta didik. Perhatian terpecah
ini, tentu menyulitkan peserta didik mengikuti pelajaran dengan baik. Dengan
kata lain, peserta didik mudah sekali kehilangan konsentrasi belajar.
c.
Lemahnya minat dan motivasi belajar
Jika peserta didik kurang
berminat dan motivasi untuk belajar, maka peserta didik akan mudah terpengaruh
pada hal-hal lain yang lebih menarik perhtian peserta didik ketika proses
belajar berlngsung. Hal lain tentunya masalah yang tidak ada hubungannya dengan
apa yang peserta didik pelajari, terutama hal-hal yang bersifat menyenangkan
peserta didik, sehingga pada peserta didik terjadi proses duplikasi pikiran atau pikiran
bercabang. Alhasil, peserta didik tidak mengerti isi pelajaran yang seharusnya
anda perhatian secara intensif.
d.
Bersifat pasif dalam belajar
Pada umumnya, orang mudah sekali
terjebak dalam pola belajar pasif ketika melakukan proses belajar. Pola belajar
pasif ini dapat terjadi karena kurang disadarinya. Terutama pada saat peserta
didik praktik belajar dalam kelas. Peserta didik cendrung menerima begitu saja
apa yang diberikan guru. Peserta didik tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkan keingintahuan (ketidaktahuan) peserta didik yang berkaitan dengan
materi pembelajaran. Peserta didik selalu dihadapkan pada kesulitan pemahaman
terhadap bagian-bagian yang sulit dari materi pelajaran. Sehingga peserta didik
tidak berperan aktif mengungkapkan hasrat ingin tahunya. Guru pun tidak
mengetahui kesulitan belajar yang dialami setiap peserta didik.
Benturan-benturan yang dihadapi peserta didik tersebut menimbulkan Gap (jurang pemisah) dalam lanjutan
komunikasi antara guru dan peserta didik. Guru terus melanjutkan penyajian
materi pelajaran, sedangkan peserta didik meras tertinggal dalam penyerapan
materi pelajaran. Kemudia yang terjadi, peserta didik tidak mampu lagi merespon
atau tidak mampu menginterprestasikan materi peljaran lanjutan, sehingga
peserta didik kehilangan kontrol proses penalaran peserta didik terhadap materi
pelajaran. Gairah belajar peserta didik pun menjadi drop dan cendrung untuk tidak menghasilkan sesuatu.
Pada saat belajar sendiri,
kemungkinan peserta didik kerap kali melakukan pola belajar pasif dengan
melakukan proses belajar dengan metode menghafal. Dalam metode menghafal, proses
bernalar atau berpikir tidak berkembang maksimal karena tingkat nalar yang
dicapai hanya pada tingkat dasar atau ingatan saja. Sehingga peserta didik
mengalami kesulitan dalam mengoprasionalkan materi pelajaran yang dipelajari.
Metode menghafal ini juga mudah membuat orang merasa jenuh atau bosan karena
belajar menjadi tidak menarik dan menjadi beban.
e.
Tidak memiliki kecakapan dalam cara-cara belajar yang
baik
Belajar adalah kegiatan atau
aktifitas yang dapat menghasilkan perubahan pada diri setiap individu atau
peserta didik yang melakukannya baik itu perubahan sikap, pengetahuan maupun
keterampilan. Untuk melakukan proses belajar tersebut, tentu peserta didik membutuhkan
strategi pengaktifan pikiran, agar tetap fokus pada pelajaran. Baik itu belajar
dalam situasi mengikuti pelajaran dari guru maupun situasi belajar sendiri.
Tanpa memiliki strategi cara belajar yang baik akan menimbulkan kejenuhan dalam
berpikir terutama menghadapi bagian-bagian yang sulit dari pokok pelajaran.
2.
Faktor eksternal
Faktor eksternal (dari luar) adalah
gangguan belajar dari luar yang berkaitan dengan indera, seperi penglihatan,
pendengaran dan penciuman.[14]
Faktor penyebab gangguan dari luar ini berkaitan dengan kondisi suasana
lingkungan tempat belajar, seperti suara hiruk-pikuk kendaraan, suara music
yang keras, suara TV, suara orang yang sedang bertengkar, hilir mudiknya orang
di sekitar tempat belajar, dan lain-lain dapat memengaruhi perhatian dan
kemampuan seseorang untuk konsettrasi belajar. Hal lainnya, kondisi tempat
belajar yang berantakan, tata ruang yang sumpek, kurang penerangan, asesoris
ruangan yang mencolok dapat memengaruhi perhatian dan menimbulkan rasa tidak
nyaman untuk belajar. Begitu juga, adanya bau yang menyengat dan mendatangkan
cita rasa yang tidak mengenakkan juga dapat menyebabkan kesulitan dalam
belajar.
Carl Rogers dalam bukunya Freedom To Learn menyatakan
prinsip-prinsip dasar Humanistik yang berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki
siswa dengan apa yang mereka pelajari di sekolah yaitu siswa akan mempelajari
hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Belajar yang signifikan terjadi bila materi
pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri
Belajar menyangkut perubahan di dalam presepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung ditolaknya.
Belajar menyangkut perubahan di dalam presepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung ditolaknya.
Bukan hanya itu, faktor eksternal
pun sangat berpengaruh dalam kesulitan belajar siswa. Dalam film tersebut dapat
kita lihat bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi anak tersebut
kesulitan belajar adalah guru dan lingkungan sosial, guru sudah terlebih dahulu
memberikan label idiot atau bodoh pada anak tersebut, begitu juga lingkungan
sosialnya seperti teman-teman sepermainan dan keluarga.
Menurut penemuan Jack Canfield
menunjukan bahwa orang tua atau guru yang lebih tertarik memperhatikan
kekurangan-kekurangan anak dan cenderung mengabaikan kelebihan atau perilaku
positif anak akan mengakibatkan anak kurang mengenal, menghargai maupun
mengembangkan sikap dan perilaku yang positif, serta cenderung lebih peka dalam
sikap dan perilaku negatif.
Salah satu solusi untuk mengatasi
kesulitan belajar siswa adalah dengan Pengajaran Remidial. Tujuan dari
Pengajaran Remidial adalah membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar agar
mencapai prestasi yang diharapkan melalui proses penyembuhan dalam aspek
kepribadian atau dalam proses belajar mengajar.
Adapun metode-metode yang
terdapat dalam Pengajaran Remidial, salah satu metode yang digunakan oleh
pengajar dalam film tersebut adalah Metode Pengajaran Individual yaitu proses
yang hanya melibatkan seorang guru dan seorang peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar.
Metode ini sangat intensif karena
pelayanan yang diberikan dengan menyesuaikan kesulitan belajar dan kemampuan
siswa. Dalam hal ini, guru dituntut memiliki kemampuan membimbing, sabar,
telaten, memahami keadaan peserta didik, bertanggung jawab dan mempunyai
wawasan luas yang berkaitan dengan permasalahan belajar peserta didik dan
memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hubungan yang baik dengan paserta
didik.
C. Kriteria Bimbingan dan Konseling
dalam Mengatasi Masalah Kesulitan Belajar pada Peserta Didik
Guru
Bimbingan dan Konseling dalam melakukan tugasnya kepada peserta didik dengan
memeberikan pemecahan masalah dan plihan-pilihan lain sebagai alternatif, tentu
akan mengevaluasi sejauh mana pengaruh tindakan treatmen yang disarankannya
telah menimbulkan pengaruh atau efek positif bagi pemecahan masalah speserta
didik atau klien yang bersangkutan.
Efektifitas
atau keberhasilan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling menurut Robinson
hendaklah memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:[15]
1.
Immediate
criteria,
yaitu criteria keberhasilan yang terlihat dalam waktu dekat, di antaranya:
a.
Ketika
siswa yang bersangkutan atau siswa yang bermasalah sudah mulai menyadari bahwa
dirinya memeliki masalah yang harus dipecahkan.
b.
Siswa
yang bersangkutan sudah mulai memahami jenis permasalahan apa yang sedang ia
hadapi.
c.
Siswa
yang bersangkutan sudah bisa menerima kenyataan dirinya dengan masalahnya
dengan pandangan yang objektif.
d.
Siswa
yang bersangkutan sudah mulai bersikap terbuka dan menerima kenyataan secara
objektif.
e.
Siswa
yang bersangkutan sudah menurun tingkat pertentangannya dengan lingkungan.
f.
Siswa
yang bersngkutan sudah bisa mengadakan pertimbangan dan melakukan pilihan serta
pengambilan keputusan secra sehat.
g.
Siswa
yang bersangkutan berdasarkan pertimbangan dan keputusannyatelah bersedia
melakukan tindakan-tindakan perbaikan baik menyangkut pribadinya maupun
terhadap lingkungannya.
2.
Long term
criteria,
yaitu kriteria keberhasilan yang terlihat dalam waktu panjang, di antaranya:
a.
Siswa
yang bersangkutan telah menunjukan sikap bahagia atau sukacita, tidak lagi
murung atau tegang, sebagai hasil dari keberaniannya mengambil keputusan dan
pilihan-pilihan yang sehat dan objektif sehingga kehidupannya menjadi lebih
baik dan lebih stabil.
b.
Siswa
yang bersangkutan mampu menghindari berbagai faktor atau kemungkinan-kemungkinan
yang dapat membawanya kembali ke dalam kesulitan seperti yang pernah dialaminya
pada waktu yang telah lalu.
c.
Siswa
yang bersangkutan telah memiliki kemampuan untuk bertindak secara produktif dan
kreatif sehingga ia diterima oleh kelompoknya serta mampu memberikan kontribusi
positif bagi kemajuan-kemajuan kelompoknya.
Langkah-langkah yang
ditempuh sebagai suatu prosedur dari pemberian layanan Bimbingan dan Konseling,
memang ada kalanya tidak selalu membuahkan hasil sebagaimana diharapkan. Hal
tersebut disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Apabila langkah-langkah
yang sudah dilakukan, contohnya seperti yang dikemukakan Robinson di atas belum
membuahkan hasil, dimana peserta didik yang mempunyai masalah seperti kesulitan
belajar belum dapat keluar dari masalahnya atau masih mengalami kesulitan
belajar, maka seorang guru Bimbingan dan Konseling sebaiknya mereview kembali
atau meninjau ulang berbagai pemecahan masalah yang telah dilakukan dan
berupaya mencari alternatif pemecahaan masalah kesulitan belajar dengan cara
atau jalan lainnya. Supaya dapat diikiuti oleh peserta didik dan menampakkan
keberhasilan mengatasi masalah kesulitan belajar pada peserta didik.
[5] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 854.
[8] Slameto, Bimbingan di Sekolah (Jakarta: Bima Aksara, 1988), hlm. 10.
[9]
Slamato, Materi Bimbingan Konseling, Op. Cit, hlm. 5.
[10] Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,
(Yogyakarta: Andi Offset, 1993), hlm. 5.
[11]Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 43.
[12] Thohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi),
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 147.
[13] Hendra Surya, Mengatasi Kesulitan Belajar, (Jakarta:
Gramedia, 2015), hlm. 7.
[14] Ibid., hlm. 6.
[15] www.emmawerdayani.com